Mengenal (kenal)
tidaklah sama dengan mengetahui (tahu). Boleh jadi kita tahu dengan
Presiden JOKOWI
tetapi kita tidak kenal dengan JOKOWI. Konsep kenal jauh lebih dalam
ketimbang hanya sekedar tahu. Dalam konsep kenal ada proses pertemuan
yang cukup intens antara kedua pihak sehingga masing-masing mengetahui
banyak hal yang membuat keduanya terhubung. Proses ini kemudian
menyebabkan antara kedua pihak saling tegur sapa, saling kenal pribadi,
keluarga dan hal-hal lain yang memang telah disharing bersama kedua
pihak. Ini berbeda sekali konsep tahu. Kita pasti tahu dengan Presiden
JOKOWI.
Beliau adalah Presiden Republik Indonesia. Tetapi kita tidak kenal
dengan betul JOKOWI. Ukurannya jelas. Ketika kita berpapasan dengan
beliau,
beliau mungkin saja acuh, mungkin saja beliau hanya senyum, mungkin saja
beliau berbasa-basi. Tidak lebih. Tetapi kalau kita kenal dengan
beliau, maka beliau pasti akan membalas sapa kita dengan pertanyaan yang
sifatnya pribadi. Contoh, mungkin beliau akan menyapa : “eh pak Tyar..
Bagaimana kabarnya pak ? Bagaimana kabar Syafira putri pak Tyar yang
kemarin dapat juara lomba mewarnai se propinsi ? dan
pertanyaan-pertanyaan lain
yang sifatnya pribadi dan telah disharing sebelumnya dengan pa Arif
ini. Ini baru namanya kenal. Bukan sekedar tahu. Demikian pula dengan
Allah. Barangkali selama ini kita hanya Tahu Allah, tetapi tidak kenal
dengan Allah. Kalau begitu bagaimana kita telah disebut beragama ?.Syech
Abdul Qodir Al Djailani berkata: ''barang siapa yang tidak kenal
Tuhannya maka dia tidak beragama''.Lalu bagaimana dengan
konsep mengenal Allah (Ma’rifatullah) sebagaimana menjadi judul tulisan
diatas ? Konsep ma’rifatullah adalah konsep bagaimana seseorang hamba
mengenal Allah SWT. Allah SWT memiliki Asma (nama), Af’al (perbuatan),
Sifat, dan Zat. Keempat unsur ini harus dikenali oleh seorang hamba
sehingga hamba tersebut akan dapat mengenal Allah SWT dengan Baik.
Asma Allah dapat
dikenali dengan mempelajari tentang asmaul husna yang berjumlah 99
nama. Setiap nama mewakili karakter yang menggambarkan Allah sesuai
dengan nama-nama tersebut. Contoh nama “Ar-rahman” memberikan gambaran
bahwa Allah itu Maha Penyayang. Bagaimana zat yang kepadanya
diselendangkan kata Maha Penyayang maka seperti itulah Allah. Dengan
Maha Rahman berarti Allah itu sangat menyayangi manusia. Rasa sayangnya
meliputi kepada seluruh makhluk ciptaannya tanpa pandang bulu siapa atau
apapun dia. Allah juga bernama Ar-Razaq (Maha Pemberi Rezeki). Yang
dengan RazaqNya tersebut Allah menjamin rezeki setiap makhluk tanpa
terkecuali. Begitu banyak karakter Allah SWT yang dapat kita gali dan
kenali dengan memahami Asma Allah.
Sifat Allah dapat kita
kenali dengan belajar tentang sifat-sifat Allah, baik yang wajib maupun
yang Mustahil bagi Allah. Pengenalan sifat-sifat Allah ini memerlukan
pemikiran yang lebih tajam dari sekedar memahami Asma Allah SWT tadi.
Kita mengetahui Allah bersifat Wujud, Qidam, Baqa, Mukhalafatul lil
hawadist, Qiyamuhu Binafsih, Ilmu, Hayat, Qudrat, Iradat, Sama’,
Bashar, Kalam, dst. Memahami sifat Allah ini untuk mengenal Allah lebih
dalam lagi dan dengan pengenalan tersebut akan memudahkan kita dalam
mengenal Af’al Allah SWT.
Mengenal Af’al Allah
dapat dikatakan merupakan buah dari pengenalan kita tentang asma dan
sifat Allah SWT dengan baik. Ujung dari pengenalan ini berkesimpulan
bahwa status manusia adalah “La haula walaa quwwata illa billah” (Tidak
ada kekuatan selain dengan kekuatan Allah SWT). Terjemahan ini adalah
terjemahan pada tataran orang awam saja. Pada tataran orang yang telah
mengenal Allah maka terjemahannya menjadi “Tidak ada kekuatan untuk
berbuat kebajikan, dan tidak ada kekuatan untuk menolak kejahatan
kecuali dengan kekuatan Allah SWT”. Kepada saudara-saudara yang belum
memahami asma-asma dan sifat-sifat Allah hendaknya jangan ikut-ikutan
memaknai arti La haula walaa quwwata illa billah dalam artian yang kedua
karena dapat menjadikan saudara salah kaprah dan menyandarkan perbuatan
jahat anda kepada Allah SWT. Seseorang yang mengenal Asma dan Sifat
Allah dengan baik akan “terjaga perilakunya” sehingga yang muncul dari
mereka hanya perbuatan yang baik dan terpuji saja. Mereka telah dijaga
oleh Allah SWT sehingga telah hilang sifat-sifat buruk, sifat-sifat
jelek dan sifat ingin menyandarkan perbuatan jahat mereka kepada Allah
SWT. Tidak bergerak sebiji zarrah kecuali dengan izin Allah Ta’ala jua.
Tahapan terakhir
pengenalan terhadap Allah adalah dengan mengenal ZatNya. Jangan
difahami ini sebagai mengenali “KUNHI” zat Allah atau zat Allah secara
Mutlak. Kita dilarang Allah untuk mencoba mengetahui tentang Zat Allah
karena kita tidak akan pernah sanggup melihat Zat Allah. Kita hanya
sampai pada kemampuan memaknai bahwa “Laa Maujudan Bihaqqi Illallah”
Tidak ada sesuatu yang maujud (ada dan berbentuk) kecuali Allah SWT Jua.
Pengertian ini mengarah pada kesimpulan bahwa semua yang ada dan kita
lihat di Alam semesta ini adalah kemazharan (kezahiran) dari Allah SWT.
Bagaimana memahami bahwa Alam semesta ini adalah kemazharan (kezahiran)
dari Allah SWT adalah dengan memahami bagaimana proses kejadian seluruh
alam semesta ini. Untuk memahami itu maka perlu untuk mengetahui dan
memahami “apa yang mula-mula sekali dijadikan Allah SWT yaitu Dzatiyah” . Hal ini akan coba kita ulas pada artikel selanjutnya.
Semoga apa yang saya tulis ini memberi kebaikan kepada kita sekalian. Wassalam.
0 komentar:
Posting Komentar