Kita bahkan tidak dapat membayangkan bahwa bagi
umat Kristen ada satu jalan yang menuju ke Rumah Tuhan dan bagi umat Hindu atau
sikh atau Islam ada jalan lain yang menuju kepada-Nya.
Mungkin saja ada perbedaan di dalam cara
penafsiran kita, pengertian kita, tetapi jalan yang menuju kepada-Nya tidak
mungkin ada dua jika kita mencari Dia di dalam, kita akan menemukan jalan yang
sama, yaitu jalan Suara dan Cahaya.
Tetapi, jika kita mencari-Nya di luar, maka
kita akan melihat bahwa semua orang mempunyai jalannya masing masing yang
barangkali tidak akan sampai kemana mana.
Tetapi, pikiran sendiri takluk di bawah kekuasaan
indra. Apapun yang diinginkan oleh indra, pikiran patuh kepadanya dan mengikuti
iramanya. Dan perbuatan apapun yang dilakukan pikiran di bawah pengaruh indra,
jiwa yang sesungguhnya murni dan tak ternoda itu harus memetik buahnya dan
menderita akibatnya.
Suami berkata kepada jiwa :
Wahai jiwa, engkau merana, itu aku tau.
Engkau telah menderita sejak engkau berpisah dari
Sabda dan berteman dengan pikiran
Karena bergaul dengan pikiran yang liar,
Engkau tetap terikat kepada tubuh
Dan terperangkap oleh kenikmatan indrawi.
Para suci mengetahui benar keadaan kita yang menyedikan. Mereka tau bahwa kita hidup di alam impian. Karena itu mereka datang untuk mengungkapkan penderitaan dunia yang sebenarnya, mereka mengatakan bahwa ini semua adalah permainnan tuhan, bahwa Ia telah menciptakan segala sesuatu.
Permainan ini dipentaskan diatas panggung impian
yang sama sekali tidak nyata, namun demikian, kita terjun ke dalam sandiwara
ini dan karena kita melupakan asal usul kita yang sebenarnya, maka kita mengira
bahwa dunia ini adalah rumah kita, dan kita saling menjerit, menangis dan
tertawa.
Tetapi bila, suatu utang karma kita untuk hidup ini
telah lunas, kita berpisah seperti para penyewa rumah penginapan. Kita berpisah
satu dengan yang lain setelah menginap untuk waktu yang singkat dan tidak
mempunyai hubungan yang kekal dengan siapapun.
"Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah- megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu". (QS. Al Hadiid 57 : 20)
.
HUBUNGAN
PIKIRAN DAN INDRA
Para suci mengatakan bahwa pikiran adalah
perintah terbesar pada jalan pengenalan akan Tuhan. Ia bersifat mementingkan
diri sendiri menyukai kesenangan dan ia licik. Ia lupa bahwa kehadirannya di
dunia ini hanyalah seperti buih yang dapat pecah setiap saat, dan bahwa tubuh
yang membungkusnya akirnya akan musnah.
Kecendrungannya untuk keluar dan turun telah
mengikatnya kapada benda benda duniawi yang fana. Semua perbuatannya yang baik
maupun yang buruk hanya mengakibatkan jiwa terus menerus mengalami kelahiran
dan kematian (inkar nasi).
Pikiran adalah musuh yang paling mematikan,
namun ia adalah pelayan yang paling berguna. Bila ia sedang liar dan tak
terkendalikan dan dibina secara benar, maka kemampuannya tak mengenal batas.
Untuk melangkah menuju pembebasan, disarankan agar kita berani “mengubah
pikiran, dari musuh menjadi teman”.
Agar dapat menguasai, kita harus mempelajari
sifatnya. Secara gegabah dan nekad, pikiran ingin mengalami dan menikmati
segala sesuatu. Tetapi, tidak ada satupun yang dapat memuaskan ketamakannya.
Perolehan berupa harta dan kekuasaan akan menimbulkan keinginan yang tak ada
habisnya.
Semua milik kita menjadi tuan kita dan bukannya
budak kita. Semua nafsu itu lambat laun membelengu kita dengan rantai yang kuat
dan mengikat kita kepada hal-hal duniawi yang rendah dan mengeraskan hati kita.
Meskipun pikiran menyukai kesenangan, tidak ada satu kesenanganpun yang dapat
memuaskannya untuk selama lamanya. Ia akan melepaskan yang satu setelah ia
lihat atau memperoleh kesenangan lain yang lebih baik.
Karena itu, selama ia tidak menemukan sesuatu
yang jauh melebihi kesenangan yang telah ia punyai, maka ia tidak dapat
melepaskannya. Jika tidak, ia harus melepaskannya dahulu sebelum ia melekat
kepada sesuatu yang lain, maka ia akan memberontak dan melawan, kemudian akan
kembali lagi kepada kesenangan dan kenikmatan dengan kekuatan ganda.
Keinginan dan idaman kita tak ada habisnya,
dan kita harus datang kembali ke dunia ini untuk memenuhinya, bahkan sebelum
kita meninggalkan tubuh yang satu, tubuh yang lain sudah siap menanti kita.
Pada saat kita hampir bebas dari belengu yang satu, belengu yang lain yang
lebih erat sudah mengikat kita.
Kita terus menerus digiring oleh malaikatul maut
yang tak terlihat itu. Penderitaan apa saja yang tidak kita alami, arus dan
pusaran apa saja yang kita tidak hadapi, gelumbang dasyat apa saja yang tidak
menerjang kita, amukan topan dan badai apa saja yang harus kita hadapi, dan
setiap rantai kehidupan kita yang berikutnya adalah lebih kuat dari pada rantai
yang sebelumnya. Kasadaran akan kapalsuan sandiwara ini hanya akan datang pada
saat kita bangkit – pada saat kematian kita. Pada saat maut menjemput kita,
segala sesuatu di dunia ini – teman dan keluarga, harta dan benda, nama dan
kemasyuran, kekayaan dan kepercayaan – akan ditinggalkan.
Setelah itu barulah kita sadar bahwa waktu kita
telah kita sia-siakan di dalam maya, nyaitu berusaha untuk memiliki sesuatu
yang tidak dapat menganggap maya ini sebagai realitas utama. Kita terus menerus
merasa sedih da tidak bahagia, karena jiwa kita yang terpisah dari ( Tuhan )
selalu rindu akan sumbernya.
Para suci selalu mengatakan bahwa didunia tidak
ada kesenangan dan ke bahagiaan yang kekal. Dari pada berusaha untuk mencarinya
di luar, mereka mengatakan bahwa kita harus berusaha untuk mencari ketenangan
dan kebahagiaan itu di dalam diri kita sendiri. Yang akan menjadi penolong
sejati kita, pemelihara sejati kita, bukanlah kecintaan akan yang pana,
melainkan kecintaan akan yang kekal, karena hanya itu sajalah yang akan
memberikan ketenangan yang abadi, di sini maupun di sana.
"Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka[468]. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertaqwa. Maka tidakkah kamu memahaminya?" (QS. AL-An’aam 6 : 32)
[468]. Maksudnya: kesenangan-kesenangan duniawi itu hanya
sebentar dan tidak kekal. Janganlah orang terperdaya dengan
kesenangan-kesenangan dunia, serta lalai dari memperhatikan urusan akhirat.
Sumber:http://www.mercubuanaraya.com