Jumat, 13 Februari 2015

DUA JALAN MAKRIFATULLAH

Dalam menempuh jalan makrifatullah ada dua macam,yakni jalan para Arifbillah dan jalan para Mursyid atau wali-wali.Thariqah adalah apa yang dinamakan jalan. Maksudnya, salah satu jalan menuju ridla Allah atau salah satu jalan menuju wushul (sampai pada Tuhan). Dalam istilah lain orang sering juga menyebutnya dengan ilmu haqiqat. Jadi, thariqah merupakan sebuah aliran ajaran dalam pendekatan terhadap Tuhan. Rutinitas yang ditekankan dalam ajaran ini adalah memperbanyak dzikir terhadap Allah.
Dalam thariqat, kebanyakan orang yang terjun ke sana adalah orang-orang yang bisa dibilang sudah mencapai usia tua.Tapi dalam satu pandangan saya pribadi orang yang menempuh ilmu hakikat tidak harus menunggu tua,di karebakan ilmu hakikat adalah ilmu yang akan di bawa mati.Nah kalau berbicara mati,anak anak,remaja sampai tua akan merasakan apa yang di namakan mati.Jadi pada prinsipnya orang yang menempuh jalan Makrifatullah itu minimal sudah akil balig.Masalah pengetahuan atau ajaran masuk apa nggaknya itu sudah bukan kuasa kita lagi,karena Allah memberikan hidayah kepada siapa siapa yang di kehendaki.
Lewat thariqah ini orang berharap bisa selalu mendapat ridla dari Allah, atau bahkan bisa sampai derajat wushul. Meskipun sebenarnya thariqah bukanlah jalan satu-satunya.Wushul adalah derajat tertinggi atau tujuan utama dalam ber-thariqah. Untuk mencapai derajat wushul (sampai pada Tuhan), orang bisa mencoba lewat bermacam-macam jalan. Jadi, orang bisa sampai ke derajat tersebut tidak hanya lewat satu jalan. Hanya saja kebanyakan orang menganggap thariqah adalah satu-satunya jalan atau bahkan jalan pintas menuju wushul.
Seperti halnya thariqah, ibadah lain juga bisa mengantar sampai ke derajat wushul. Ada dua ibadah yang syetan sangat sungguh-sungguh dalam usaha menggagalkan atau menggoda, yaitu shalat dan dzikir. Hal ini dikarenakan shalat dan dzikir merupkan dua ibadah yang besar kemungkinannya bisa diharapkan akan membawa keselamatan atau bahkan mencapai derajat wushul. Sehingga didalam shalat dan dzikir orang akan merasakan kesulitan untuk dapat selalu mengingat Tuhan.
Dalam sebuah cerita, Imam Hanafi didatangi seorang yang sedang kehilangan barang. Oleh Imam Hanafi orang tersebut disuruh shalat sepanjang malam sehingga akan menemukan barangnya. Namun ketika baru setengah malam menjalankan shalat, syetan mengingatkan/mengembalikan barangnya yang hilang sambil membisikkan agar tidak melanjutkan shalatnya. Namun oleh Imam Hanafi orang tersebut tetap disuruh untuk melanjutkan shalatnya.
Seperti halnya shalat, dzikir adalah salah satu ibadah yang untuk mencapai hasil maksimal harus melewati jalur yang penuh godaan syetan. Dzikir dalam ilmu haqiqat atau thariqat, adalah mengingat atau menghadirkan Tuhan dalam hati. Sementara Tuhan adalah dzat yang tidak bisa diindera dan juga tiak ada yang menyerupai. Sehingga tidak boleh bagi kita untuk membayangkan keberadaan Tuhan dengan disamakan sesuatu. Maka dalam hal ini besar kemungkinan kita terpengaruh dan tergoda oleh syetan, mengingat kita adalah orang yang awam dalam bidang ini (ilmu haqiqat) dan masih jauh dari standar.
Karena itu, untuk selalu bisa berjalan sesuai ajaran agama, menjaga kebenaran maupun terhindar dari kesalahan pengertian, kita harus mempunyai seorang guru. Karena tanpa seorang guru, syetanlah yang akan membimbing kita. Yang paling dikhawatirkan adalah kesalahan yang berdampak pada aqidah.
Arifbillah atau para Mursyid adalah seorang guru pembimbing dalam ilmu haqiqat atau ilmu thariqat. Mengingat pembahasan dalam ilmu haqiqat atau ilmu thariqat adalah tentang Tuhan yang merupakan dzat yang tidak bisa diindera, dan rutinitas thariqah adalah dzikir yang sangat dibenci syetan. Maka untuk menjaga kebenaran, kita perlu bimbingan seorang Arifbillah untuk mengarahkannya. Sebab penerapan Asma’ Allah atau pelaksanaan dzikir yang tidak sesuai bisa membahayakan secara ruhani maupun mental, baik terhadap pribadi yang bersangkutan maupun terhadap masyarakat sekitar. Bahkan bisa dikhawatirkan salah dalam beraqidah.
Seorang Arifbillah inilah yang akan membimbing kita untuk mengarahkannya pada bentuk pelaksanaan yang benar. Hanya saja bentuk ajaran dari masing-masing mursyid yang disampaikan pada kita berbeda-beda, tergantung aliran thariqah-nya. Namun pada dasarnya pelajaran dan tujuan yang diajarkannya adalah sama, yaitu al-wushul ila-Allah.
Melihat begitu pentingnya peranan Arifbillah, maka tidak diragukan lagi tinggi derajat maupun kemampuan dan pengetahuan yang telah dicapai oleh Arifbillah tersebut. Karena ketika seorang Arifbillah memberi jalan keluar kepada muridnya dalam menghadapi kemungkinan godaan syetan, berarti beliau telah lolos dari perangkap syetan. Dan ketika beliau membina muridnya untuk mencapai derajat wushul, berarti beliau telah mencapai derajat tersebut. Paling tidak, seorang Arifbillah adalah orang yang tidak diragukan lagi kemampuan maupuan pengetahuannya.

Rabu, 11 Februari 2015

AWALUDDIN MAKRIFATULLAH


Rukun Islam yang pertama adalah Syahadat tentunya saudara,kenapa dalam lima rukun islam itu syahadat yang di dahulukan karena ada makna yang besar terselip disana.Nah marilah kita bahas bersama.Awaluddin Ma’rifatullah (Awal agama itu adalah mengenal Allah),maknanya adalah bahwa tidaklah dapat dikatakan seseorang itu beragama dengan baik kalau proses keberagamaannya itu tidak diawali dengan sebuah pengenalan yang baik (ma’rifat) kepada Allah SWT.  Seseorang mungkin dianggap beragama tetapi ketika dia tidak mengenal akan Allah SWT maka keberagamaannya itu menjadi sangat lemah atau pada pendapat yang ekstrem dapat masuk ke area belum beragama karena dia tidak mengenal dengan Tuhan yang dia sembah.  Kalau tidak mengenal Tuhan yang dia sembah maka kemanakan penyembahannya itu dilakukan ? Kemanakah kehambaan itu dia arahkan ? pasti tak tentu arah dan ini tidak bisa diterima sebagai sebuah penyembahan dan kehambaan.
Mengenal (kenal) tidaklah sama dengan mengetahui (tahu).  Boleh jadi kita tahu dengan Presiden JOKOWI tetapi kita tidak kenal dengan JOKOWI.  Konsep kenal jauh lebih dalam ketimbang hanya sekedar tahu.  Dalam konsep kenal ada proses pertemuan yang cukup intens antara kedua pihak sehingga masing-masing mengetahui banyak hal yang membuat keduanya terhubung.  Proses ini kemudian menyebabkan antara kedua pihak saling tegur sapa, saling kenal pribadi, keluarga dan hal-hal lain yang memang telah disharing bersama kedua pihak.  Ini berbeda sekali konsep tahu.  Kita pasti tahu dengan Presiden JOKOWI. Beliau adalah Presiden Republik Indonesia. Tetapi kita tidak kenal dengan betul JOKOWI.  Ukurannya jelas. Ketika kita berpapasan dengan beliau, beliau mungkin saja acuh, mungkin saja beliau hanya senyum, mungkin saja beliau berbasa-basi. Tidak lebih. Tetapi kalau kita kenal dengan beliau, maka beliau pasti akan membalas sapa kita dengan pertanyaan yang sifatnya pribadi. Contoh, mungkin beliau akan menyapa : “eh pak Tyar.. Bagaimana kabarnya pak ? Bagaimana kabar Syafira putri pak Tyar yang kemarin dapat juara lomba mewarnai se propinsi ? dan pertanyaan-pertanyaan lain yang sifatnya pribadi dan telah disharing sebelumnya dengan pa Arif ini.  Ini baru namanya kenal. Bukan sekedar tahu.  Demikian pula dengan Allah. Barangkali selama ini kita hanya Tahu Allah, tetapi tidak kenal dengan Allah. Kalau begitu bagaimana kita telah disebut beragama ?.Syech Abdul Qodir Al Djailani berkata: ''barang siapa yang tidak kenal Tuhannya maka dia tidak beragama''.Lalu bagaimana dengan konsep mengenal Allah (Ma’rifatullah) sebagaimana menjadi judul tulisan diatas ? Konsep ma’rifatullah adalah konsep bagaimana seseorang hamba mengenal Allah SWT.  Allah SWT memiliki Asma (nama), Af’al (perbuatan), Sifat, dan Zat. Keempat unsur ini harus dikenali oleh seorang hamba sehingga hamba tersebut akan dapat mengenal Allah SWT dengan Baik.
Asma Allah dapat dikenali dengan mempelajari tentang asmaul husna yang berjumlah 99 nama.  Setiap nama mewakili karakter yang menggambarkan Allah sesuai dengan nama-nama tersebut.  Contoh nama “Ar-rahman” memberikan gambaran bahwa Allah itu Maha Penyayang.  Bagaimana zat yang kepadanya diselendangkan kata Maha Penyayang maka seperti itulah Allah. Dengan Maha Rahman berarti Allah itu sangat menyayangi manusia. Rasa sayangnya meliputi kepada seluruh makhluk ciptaannya tanpa pandang bulu siapa atau apapun dia.  Allah juga bernama Ar-Razaq (Maha Pemberi Rezeki). Yang dengan RazaqNya tersebut Allah menjamin rezeki setiap makhluk tanpa terkecuali. Begitu banyak karakter Allah SWT yang dapat kita gali dan kenali dengan memahami Asma Allah.
Sifat Allah dapat kita kenali dengan belajar tentang sifat-sifat Allah, baik yang wajib maupun yang Mustahil bagi Allah. Pengenalan sifat-sifat Allah ini memerlukan pemikiran yang lebih tajam dari sekedar memahami Asma Allah SWT tadi.  Kita mengetahui Allah bersifat Wujud, Qidam, Baqa, Mukhalafatul lil hawadist, Qiyamuhu Binafsih, Ilmu, Hayat,  Qudrat, Iradat, Sama’, Bashar, Kalam, dst.  Memahami sifat Allah ini untuk mengenal Allah lebih dalam lagi dan dengan pengenalan tersebut akan memudahkan kita dalam mengenal Af’al Allah SWT.
Mengenal Af’al Allah dapat dikatakan merupakan buah dari pengenalan kita tentang asma dan sifat Allah SWT dengan baik.  Ujung dari pengenalan ini berkesimpulan bahwa status manusia adalah “La haula walaa quwwata illa billah” (Tidak ada kekuatan selain dengan kekuatan Allah SWT). Terjemahan ini adalah terjemahan pada tataran orang awam saja.  Pada tataran orang yang telah mengenal Allah maka terjemahannya menjadi “Tidak ada kekuatan untuk berbuat kebajikan, dan tidak ada kekuatan untuk menolak kejahatan kecuali dengan kekuatan Allah SWT”.  Kepada saudara-saudara yang belum memahami asma-asma dan sifat-sifat Allah hendaknya jangan ikut-ikutan memaknai arti La haula walaa quwwata illa billah dalam artian yang kedua karena dapat menjadikan saudara salah kaprah dan menyandarkan perbuatan jahat anda kepada Allah SWT.  Seseorang yang mengenal Asma dan Sifat Allah dengan baik akan “terjaga perilakunya” sehingga yang muncul dari mereka hanya perbuatan yang baik dan terpuji saja. Mereka telah dijaga oleh Allah SWT sehingga telah hilang sifat-sifat buruk, sifat-sifat jelek dan sifat ingin menyandarkan perbuatan jahat mereka kepada Allah SWT. Tidak bergerak sebiji zarrah kecuali dengan izin Allah Ta’ala jua.
Tahapan terakhir pengenalan terhadap Allah adalah dengan mengenal ZatNya.  Jangan difahami ini sebagai mengenali “KUNHI” zat Allah atau zat Allah secara Mutlak.  Kita dilarang Allah untuk mencoba mengetahui tentang Zat Allah karena kita tidak akan pernah sanggup melihat Zat Allah.  Kita hanya sampai pada kemampuan memaknai bahwa “Laa Maujudan Bihaqqi Illallah” Tidak ada sesuatu yang maujud (ada dan berbentuk) kecuali Allah SWT Jua. Pengertian ini mengarah pada kesimpulan bahwa semua yang ada dan kita lihat di Alam semesta ini adalah kemazharan (kezahiran) dari Allah SWT.  Bagaimana memahami bahwa Alam semesta ini adalah kemazharan (kezahiran) dari Allah SWT adalah dengan memahami bagaimana proses kejadian seluruh alam semesta ini.  Untuk memahami itu maka perlu untuk mengetahui dan memahami “apa yang mula-mula sekali dijadikan Allah SWT yaitu Dzatiyah” .  Hal ini akan coba kita ulas pada artikel selanjutnya.
Semoga apa yang saya tulis ini memberi kebaikan kepada kita sekalian. Wassalam.

Kamis, 05 Februari 2015

JALAN MENUJU TUHAN

Ada anekdot dalam dunia mistis, “Jika ia mencintai batu maka ia adalah batu. jika ia mencintai manusia maka ia adalah manusia. Jika ia mencintai Tuhan, maka aku tidak bisa menjawab. Aku khawatir jika aku menjawabnya kalian akan melempariku dengan batu“. Demikian gambaran bagaimana rahasia dan tingginya ajaran tasawuf hingga tidak jalan lain bagi penganut tasawuf jika membuka ajaran tersebut di muka publik kecuali dimusuhi dengan umat yang tidak mengetahui dan mengenal tasawuf.
Sebenarnya kemunculan tasawuf sejalan dengan tabligh Nabi Muhammad saw kepada manusia di Arab. Namun ajaran tasawuf ini diajarkan Nabi Muhammad khusus kepada beberapa sahabatnya yang memiliki tingkat spiritual yang lebih tinggi dibandingkan dengan sahabat lainnya, seperti Ali kwh, dan sebagainya. Tidak semua sahabat beliau yang diajarkan tentang ajaran tasawuf ini, mengapa? jawabnya adalah bukankah nabi Musa as sebagai simbol eksoteris tidak dapat mengikuti “alur pikir” Khidr, simbol pembawa pesan esoteris. Demikian juga dengan para sahabat nabi, tidak semua dapat menjangkau ketinggian ajaran ini. Mungkin ini adalah salah satu alasan mengapa ajaran tasawuf belum banyak diketahui saat itu.
Ada beberapa riwayat yang menunjukkan bahwa tradisi tasawuf ini sudah ada sejak Nabi saw hidup, misalnya:
  1. Nabi Muhammad: Aku adalah orang ‘Arab dengan tanpa huruf ‘ayn (rab), dan Ahmad dengan tanpa huruf mim (ahad). Barang siapa yang yang telah melihatku, maka ia telah melihat Haqq.
  2. Dalam suatu riwayat dikisahkan suatu ketika Aisyah memasuki kamarnya. Nabi yang waktu itu di dalam, bertanya: “Siapa kau?”. “Putri Abu Bakar”, jawabnya. “Siapa Abu Bakar?” tanya beliau. Saat itu barulah Aisyah menyadari bahwa Nabi sedang dalam keadaan yang berbeda.
  3. Nabi Muhammad: Seandainya Abu Dzar mengetahui apa yang tersembunyi di hati Salman, maka dia pasti bakal membunuhnya.
  4. Ali: “Aku mempunyai sejenis pengetahuan dalam batinku, yang bila saja aku membukanya pada orang banyak, niscaya engkau akan gemetar seperti tali panjang yang dijulurkan ke dalam sumur yang amat dalam“. Dalam riwayat lain diriwayatkan melalui Abu Hurairah dengan perbedaan redaksi. Kemungkinan besar Abu Hurairah tidak menyebutkan nama Ali sebagai narasumbernya sebagaimana yang terjadi pada riwayat-riwayat dari Abu Hurairah biasanya.
  5. Pada hari Thaif Rasulullah SAW berbicara berdua saja dengan Ali, maka sebagian sahabat berkata “Lama sekali pembicaraan beliau dengan anak pamannya”. Ketika disampaikan pada Rasul, Beliau SAW berkata “Bukan aku yang berbicara dengannya tetapi Allah yang berbicara dengannya”.
  6. Suatu hari sesudah menunaikan shalat, Nabi melihat seorang pemuda (Haritsah bin Malik bin Nu’man al-Anshari?) yang lemah dan kurus, wajahnya pucat, matanya cekung serta berjalan gontai dan susah payah. Nabi pun lantas bertanya: “Siapakah engkau?” “Aku telah meraih tingkat keimanan tertentu,” jawabnya. “Apa tanda-tandanya?” tanya Nabi. Dia menjawab, “Keimananku itulah yang membuatku sedih, yang menyebabkanku bangun malam dan membuatku senantiasa haus di siang hari (lantaran puasa). itulah yang membuatku lupa akan segala sesuatu di dunia ini. Aku melihat seolah-olah Arsy Allah ditegakkan untuk menghitung amal-amal manusia yang dikumpulkan di padang mahsyar dan aku termasuk salah seorang di antara mereka. Aku melihat para penghuni surga bergembira dan berbahagia, dan para penghuni neraka sedang diazab dan disiksa. bahkan, sekarang ini, telingaku seakan-akan mendengar gelegak api neraka yang demikian dahsyat.” Nabi pun berpaling kepada sahabat-sahabatnya dan bersabda, “Dia adalah salah seorang yang hatinya telah diterangi Allah dengan cahaya keimanan.” Kemudian beliau menoleh kepada pemuda itu dan bersabda, “Pertahankan keadaanmu seperti sekarang ini, jangan sampai keadaan ini sirna.” Pemuda itu pun menyahut, “Wahai Rasulullah! Tolong doakan aku agar Allah menganugerahkan kesyahidan kepadaku.” Tak lama setelah pertemuan ini, terjadilah peperangan. Pemuda itu kemudian ikut perang dan gugur sebagai syahid.
  7. dan berbagai riwayat lainnya seperti percakapan Imam Ali dengan sahabatnya Kumayl tentang Wali Tuhan yang ada di setiap zaman.
Tatkala Nabi saw wafat, Saidina Abu Bakar meneruskan tali estafet spiritual sentral dari Nabi, meskipun sahabat Nabi lain juga meneruskan dakwah Nabi. Tidak diragukan lagi bahwa Abu Bakar memiliki keunggulan yang diakui oleh sahabat-sahabat lain. Abu Bakar bukan hanya memegang kekhalifahan dunia akan tetapi juga kekhalifahan kerohanian. Saidina Ali adalah sahabat Nabi yang juga meneruskan kepemimpinan kerohanian dari Nabi. Keyakinan akan keunggulan dan afdhaliyah Imam Ali as. di atas para sahabat lainnya telah diyakini sebagian sahabat besar seperti Salman al-Farisi, Abu Dzar al-Ghiffari, al-Miqdad bin al-Aswad, Khabbab, Jabir ibn Abdillah al-Anshari, Abu Said al-Khudri, Zaid bin Arqam, dkk. Hal ini dapat juga dilihat dari hampir semua sanad tarikat menyambung melalui pribadi Ali kwh. satu-satunya sahabat yang pernah berkata “Bertanyalah kepadaku”, bahkan tentang sesuatu sampai hari kiamat. Dalam masa ini tasawuf masih belum begitu kentara atau terekspos dalam sejarah. Kemungkinan riwayat-riwayat tentang tasawuf kalah marak dengan riwayat tentang masalah suksesi kepemimpinan setelah Nabi Muhammad saw wafat, masalah hukum fiqh yang menjadi aspek penting dalam kehidupan umat Islam, dan masalah-masalah lain dalam menyatukan umat Islam yang baru saja ditinggalkan Nabi Muhammad saw. Namun beberapa riwayat yang patut diketahui misalnya riwayat terakhir di atas.
Seiring dengan berjalannya waktu, tasawuf mulai lebih dikenal pada masa para raja dinasti Islam melakukan berbagai kemajuan dalam Islam, mulai dari penyebaran agama Islam, kemajuan ekonomi, penyerapan ilmu pengetahuan, filsafat dan teknologi. Beberapa latar belakang yang memungkinkan tasawuf mulai dikenal misalnya: kebobrokan moral dan spiritual yang marak seiring dengan kemajuan ekonomi dan kemaksiatan yang merajalela. Kekeringan spiritual tersebut semakin bertambah parah sejalan dengan semakin eksisnya ajaran fiqih yang lebih menekankan pada aspek-aspek lahiriyah dan saling menyalahkan dan memusuhi antar pemeluk mazhab. Selain itu masalah lainnya adalah masuknya filsafat dalam tradisi Islam. Wilayah Islam yang semakin luas menjadi jalan masuk bagi filsafat, cara berpikir wilayah lain dalam tradisi pemikiran Islam. Filsafat Yunani, Persia menjadi salah satu bagian ilmu pengetahuan dalam tradisi umat Islam sehingga memunculkan para filosof Muslim dan ahli kalam yang pada akhirnya filsafat menjadi bintang dalam tradisi Islam. Mereka menggunakannya untuk menjawab segala persoalan yang ada, termasuk tentang Tuhan dan masalah yang berhubungan dengan-Nya.
Pertumbuhan tasawuf yang awal masih minim dengan istilah-istilah asing. Semua penjelasan tasawuf masih sederhana. Namun tatkala filsafat mulai masuk dalam tradisi Islam, istilah-istilah asing mulai dimunculkan. Istilah ini digunakan untuk menjelaskan bagaimana jalan hidup bertasawuf, menjelaskan ‘perasaan’ para sufi kepada para murid-murid yang baru memulai perjalanan mistik. Tasawuf juga mengajarkan bahwa untuk ‘menjumpai’ Tuhan bukanlah dengan akal filsafat sebagaimana yang marak saat itu. Tasawuf pulalah yang mengisi kekosongan aspek moral spiritual yang tidak diajarkan dalam hukum fikih saat itu yang hanya mengajarkan dan berdebat tentang aspek-aspek lahiriyah semata.
Namun diterimanya tasawuf di tradisi Islam, bukan tanpa aral. Sebagian tokoh, terutama kalangan ulama fikih menganggap tasawuf bukan dari ajaran Islam, tasawuf ajaran sesat, meninggalkan syariat dan sebagainya. Namun semua tuduhan tersebut terbantahkan, banyak ayat-ayat Qur’an yang menunjukkan kebenaran tasawuf. Semua para sufi besar menempatkan al-Qur’an dan hadis Nabi sebagai landasan mereka. Hanya saja mereka, kelompok penentang tasawuf tidak memahami ajaran tersembunyi dalam al-Qur’an sehingga mereka menentang tasawuf. Bukankah Nabi pernah bersabda: “al-Qur’an mempunyai makna lahir dan batin“. Rumi juga menuliskan bahwa: “al-Qur’an adalah pengantin wanita yang memakai cadar dan menyembunyikan wajahnya darimu. Bila engkau membuka cadarnya dan tidak mendapatkan kebahagiaan, itu disebabkan caramu membuka cadar telah menipu dirimu sendiri, sehingga tampak olehmu ia berwajah buruk. Ia mampu menunjukkan wajahnya dalam cara apapun yang disukainya. apabila engkau melakukan apa-apa yang disukainya dan mencari kebaikan darinya, maka ia akan menunjukkan wajah yang sebenarnya, tanpa perlu kau buka cadarnya“.
Mengenai tuduhan bahwa sufi meninggalkan syariat merupakan tuduhan yang tidak berdasar. Para tokoh sufi memegang syariat dengan kuat, bahkan lebih teguh daripada para penentangnya. Lihatnya saja bagaimana Abu Yazid al-Bustami – yang pernah ekstase dan mengucapkan “Subhani, subhani, Sesungguhnya Aku adalah Allah, tidak ada lagi tuhan selain Aku, maka menyembahlah kepada-Ku“,- tidak pernah meludah di tanah di dekat Masjid, tidak pernah makan buah melon karena ia tidak tahu bagaimana sunnah Nabi Muhammad saat memakannya, Bahkan salah satu perintah Tuhan yang difirmankan kepadanya, “Untuk keluar dari keakuanmu, ikutilah kekasih kita, Muhammad orang Arab. Lumurilah matamu dengan debu kakinya dan teruslah mengikuti dia“.
Lihat juga berapa rakaat shalat sunah yang al-Hallaj si Hulul dirikan di dalam penjara sebelum penyalibannya. Bahkan dalam keadaan disalib dan mendekati ajalnya, Al-Hallaj menyuarakan do’a pada Allah, “Wahai Tuhan, mereka semua yang sedang berkumpul di sini adalah hamba-hambamu yang mencoba membunuhku demi kefanatikannya terhadap agama-Mu, dan juga dengan alasan untuk mendekatkan diri mereka kepada-Mu. Oleh karenanya, ampunilah mereka semua. Seandainya Kau singkapkan pengetahuan kepada mereka sebagaimana yang Kau anugerahkan padaku, niscaya mereka tidak akan bertindak sebagaimana yang dilakukannya padaku ini“. Begitu pula dengan Ibn ‘Arabi sang Wahdah Wujud, bukanlah ia penganut mazhab zahiriyah yang hampir selaras dengan madzab Hanbalinya Ibn Taymiyah. Keteguhan memegang syariat ia lakukannya sekalipun dapat membahayakan nyawa diri dan muridnya, seperti diceritakan ketika Ibn ‘Arabi berjalan-jalan dengan para muridnya dan bertemu dengan rombongan khalifah. Ia melarang muridnya memulai salam, – sebagaimana kebiasaan saat itu,- pada rombongan khalifah yang saat itu mengendarai kuda karena menurut sunnah Nabi pengendara kuda harus memulai salam terlebih dahulu kepada pejalan kaki. Diantara amalannya yang diajarkan kepada muridnya, adalah dzikir agung “La ilah illa Allah”, menjaga kelanggengan wudhu, melarang rukhshah (mencari kemudahan dalam hukum) dan sebagainya.
Tak kenal maka tak sayang“, mungkin pepatah ini pantas ditujukan kepada para penentang tasawuf. Mereka menentang dengan gigih tasawuf karena belum mengenal, mengetahui, memahami bagaimana ajaran tasawuf sesungguhnya. Namun begitu mereka mengetahui maksudnya mereka pasti akan mengikuti dan mengamalkannya. Demikianlah yang terjadi pada para penentang tasawuf, seperti al-Izz ibn Abd Salam. Konon dahulu ia pernah mengatakan ketika ia masih mengingkari komunitas sufi, “Apakah ada jalan lain yang kita punyai selain al-Qur’an dan al-Hadits.” Namun Tuhan menuliskan takdir lain baginya. Ketika berkecamuk peperangan melawan orang-orang eropa di wilayah Manshurah dekat teluk Dimyat, para ulama berkumpul. Saat itu Syaikh Izz al-Din bin Abdul al-Salam, Syaikh Makin al-Din al-Asmar, Syaikh Taqi al-Din bin Daqiq al-Id dan kawan-kawannya membuat satu majelis. Di majelis itu terjadi diskusi yang cukup menarik mengenai kitab al-Risalah al-Qusyairiyah karya al-Qusyairi. masing-masing memberikan komentarnya tentang materi yang terdapat di kitab itu. ketika sedang seru-serunya acara diskusi berlangsung, datanglah syaikh Abu al-Hasan al-Syadzily.
Melihat kedatangan al-Syadzily, mereka memanfaatkan sebaik-baiknya kesempatan itu untuk bertanya kepada al-Syadzily. Salah satu dari mereka berkata, “Kami ingin mendengar dari anda mengenai maksud yang dikandung dari beberapa bagian dalam kitab ini.” al-Syadzily kaget mendengar permintaan itu. Merasa tidak pantas menjawab, al-Syadzily berkata, “Anda semua adalah orang-orang yang mendapat julukan Syaikh al-Islam dan para pembesar ulama zaman ini. Anda semua telah memberikan semua komentar anda, sungguh sudah tidak ada lagi bagi orang seperti ruang untuk mengomentarinya.”
Mereka tetap mendesak al-Syadzily untuk memenuhi permintaan mereka itu. Mereka berkata, “Tidak begitu, justru kami tetap ingin mendengar komentar anda. Silakan berikan komentar anda.” Didesak begitu, al-Syadzily dengan memuji kepada Allah swt, memulai komentarnya. Di sela-sela al-Syadzily memberikan komentarnya, tiba-tiba syaikh Izz al-Din bin Abdul al-Salam menjerit dari dalam kemah dan kemudian keluar memanggil-manggil dengan suara yang keras, “Kemarilah! Kemarilah! Dengarkan semua apa yang dikatakan al-Syadzily. Ini adalah suatu perkataan yang begitu dekat dengan Allah.
“Semoga Allah swt menjadikan anda dan kami sebagai golongan orang-orang yang membenarkan wali Allah swt, dan meyakini karamah-karamah atas anugerah dan karunia-Nya.” Demikianlah doa Ibn Arabi dalam korespondensinya dengan Fakhr al-Din al-Razy, penulis tafsir Mafatih al-Ghayb.

4 NABI YANG MASIH HIDUP





1. Kisah Nabi Isa AS
Alqur'an menerangkan Dalam Surat Annisaa:157 bahwa Nabi Isa AS tidaklah dibunuh atau di salib oleh orang-orang kafir. Adapun yang mereka salib itu adalah orang yang bentuk rupa dan wajahnya diserupakan oleh Allah SWT seperti  Nabi Isa AS (sebagian ulama berpendapat orang yang diserupakan tersebut adalah muridnya yang berkhianat yang bernama Yudas Iskariot). Seperti ucapan kaum kafir "Sesungguhnya kami telah membunuh Almasih, Isa putra Mariyam, Rasul Allah," padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya tetapi yang mereka bunuh adalah orang yang diserupakan dengan Isa bagi mereka. Sesungguhnya orang-orang yang berselisih paham tentang (pembunuhan) Isa, benar-benar dalam keraguan tentang yang dibunuh itu. Kecuali mengikuti prasangka belaka mereka tidak (pula) yakin bahwa yang mereka bunuh adalah Isa.

Nabi Isa AS diselamatkan oleh Allah SWT dengan jalan di angkat ke langit dan ditempatkan pada suatu tempat yang hanya Allah SWT yang tahu. Alqur'an menjelaskan tentang peristiwa penyelamatan ini. Tetapai (yang sebenarnya) Allah SWT telah mengangkat Isa kepada-Nya. Dan adalah Allah SWT yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana (Surat Nisaa:158).

2. Kisah Nabi Khidir AS

Pada saat Raja Dzul Qarnain hidup di tahun 322 SM berjalan diatas bumi menuju tepi bumi didampingi dengan Malaikat Rofa'il. Dalam perjalanannya tersebut Raja Dzul Qarnain bertanya kepada malaikat Rofa'il " Wahai malaikat Rofa'il ceritakan kepadaku tentang ibadah  para malaikat di langit,"
 
Malaikat Rofa’il berkata, “Ibadah para mailaikat di langit di antaranya ada yang berdiri tidak mengangkat kepalanya selama-lamanya, dan ada pula yang rukuk tidak mengangkat kepala selama-lamanya ”. 


Kemudian raja berkata, “Alangkah senangnya seandainya aku hidup bertahun-tahun dalam beribadah kepada Allah ”.


Lalu malaikat Rofa’il berkata, “Sesungguhnya Allah telah menciptakan sumber air bumi, namanya ‘Ainul Hayat’ yang berarti, sumber air hidup. Maka barang siapa yang meminumnya seteguk, maka tidak akan mati sampai hari kiamat atau sehingga ia mohon kepada Allah agar supaya dimatikan ”.


Kemudianya raja bertanya kepada malaikat Rofa’il, “Apakah kau tahu tempat “Ainun Hayat itu?”.
Mailaikat Rofa’il menjawab, “Bahwa sesungguhnya Ainun Hayat itu berada di bumi yang gelap ”.

Setelah raja mendengar keterangan dari malaikat Rofa’il tentang Ainul hayat, maka raja segera mengumpulkan ‘Alim Ulama’ pada zaman itu, dan raja bertanya kepada mereka tentang Ainul Hayat itu, tetapi mereka menjawab, “Kita tidak tahu khabarnya, namun seoarng yang alim di antara mereka menjawab, “ Sesungguhnya aku pernah membaca di dalam wasiat Nabi Adam AS, beliau berkata bahwa sesungguhnya Allah meletakkan Ainul Hayat di bumi yang gelap ”.


“Di manakah tempat bumi gelap itu?” tanya raja.

Seorang yang alim menjawab, “Di tempat keluarnya matahari”.

Kemudian raja bersiap-siap untuk mendatangi tempat itu, lalu raja bertanya kepada sahabatnya. “Kuda apa yang sangat tajam penglihatannya di waktu gelap ?”.
Para sahabat menjawab, “Kuda betina yang perawan”.

Kemudian raja mengumpulkan 1000 ekor kuda betina yang perawan-perawan, lalu raja memilih-milih di antara tentaranya, sebanyak 6000 orang dipilih yang cendikiawan dan yang ahli mencambuk.


Di antara mereka adalah Nabi Khidir AS, bahkan beliau menjabat sebagai Perdana Menteri. Kemudian berjalanlah mereka dan Nabi Khidir AS berjalan di depan pasukannya dan mereka jumpai dalam perjalanan, bahwa tempat keluarnya matahari itu tepat pada arah kiblat.


Kemudian mereka tidak berhenti-henti menempuh perjalanan dalam waktu 12 tahun, sehingga sampai ditepi bumi yang gelap itu, ternyata gelapnya itu memancar seperti asap, bukan seperti gelapnya waktu malam. Kemudian seorang yang sangat cendikiawan mencegah Raja masuk ke tempat gelap itu dan tentara-tentaranya, berkata ia kepada raja. ”Wahai Raja, sesungguhnya raja-raja yang terdahulu tidak ada yang masuk tempat yang gelap ini karena tempat yang gelap ini berbahaya. ”

Lalu Raja berkata: ” Kita harus memasukinya, tidak boleh tidak.”

Kemudian ketika Raja hendak masuk, maka meraka semua membiarkannya. Kemudian Raja berkata kepada pasukannya: ”Diamlah, tunggulah kalian ditempat ini selama 12 tahun, jika aku bisa datang pada kalian dalam masa 12 tahun itu, maka kedatanganku dan menunggu kalian termasuk baik, dan jika aku tidak datang sampai 12 tahun, maka pulanglah kembali ke negeri kalian”.


Kemudian raja bertanya kepada Malaikat Rofa’il: ” Apabila kita melewati tempat yang gelap ini, apakah kita dapat melihat kawan-kawan kita ?”.


“Tidak bisa kelihatan”,jawab malaikat Rofa’il,” akan tetapi aku memberimu sebuah merjan atau mutiara, jika merjan itu ke atas bumi, maka mutiara tersebut dapat menjerit dengan suara yang keras, dengan demikian maka kawan- kawan kalian yang tersesat jalan dapat kembali kepada kalian.”


Kemudian Raja Iskandar Dzul Qurnain masuk ke tempat yang gelap itu bersama sekelompok pasukannya, mereka berjalan di tempat yang gelap itu selama 18 hari tidak pernah melihat matahari dan bulan, tidak pernah melihat malam dan siang, tidak pernah melihat burung dan binatang liar, sedangkan raja berjalan dengan didampingi oleh Nabi Khidlir AS.


Di saat mereka berjalan, maka Allah SWT memberi wahyu keapda Nabi Khidlir AS, ”Bahwa sesungguhnya Ainul Hayat itu berada di sebelah kanan jurang dan Ainul Hayat ini Aku khususkan untuk kamu ”.


Setelah Nabi Khidlir menerima wahyu tersebut, kemudian beliau berkata kepada sahabat-sahabatnya: “ Berhentilah kalian di tempat kalian masing-masing dan janganlah kalian meninggalkan tempat kalian sehingga aku datang kepada kalian. ”


Kemudian beliau berjalan menuju ke sebelah kanan jurang, maka didapatilah oleh beliau sebuah Ainul Hayat yang dicarinya itu. Kemudian Nabi Khidlir AS turun dari kudanya dan beliau langsung melepas pakaiannya dan turun ke “Ainul Hayat” (sumber air kehidupan) tersebut, dan beliau terus mandi dan minum sumber air kehidupan tersebut, maka dirasakan oleh beliau airnya lebih manis daripada madu. Setelah beliau mandi dan minum Ainul hayat tersebut, kemudian beliau keluar dari tempat Ainul Hayat itu terus menemui Raja Iskandar Dzulkarnain, sedangkan raja tidak tahu apa yang sedang terjadi pada Nabi Khidlir AS, tentang melihat Ainul Hayat dan mandi.


(Menurut riwayat yang diceritakan oleh Wahab bin Munabbah), dia berkata, bahwa Nabi Khidlir AS adalah anak dari bibi Raja Iskandar Dzul Qarnain. Dan raja Iskandar Dzulkarnain keliling di dalam tempat yang gelap itu selama 40 hari, tiba-tiba tampak oleh Raja sinar seperti kilat, maka terlihat oleh Raja, bumi yang berpasir merah dan terdengar oleh raja suara gemercik di bawah kaki kuda, kemudian Raja bertanya kepada Malaikat Rofa’il: “Gemercik ini adalah suara benda apabila seseorang mengambilnya, niscaya ia akan menyesal dan apabila tidak mengambilnya, niscaya ia akan menyesal juga. ”


Kemudian di antara pasukan ada yang membawanya namun sedikit, setelah mereka keluar dari tempat yang gelap itu, ternyata bahwa benda tersebut adalah yakut yang berwarna merah dan jambrut yang berwarna hijau, maka menyesallah pasukan yang mengambil itu karena mengambilnya hanya sedikit, demikianlah pula pasukan yang tidak mengambilnya, bahkan lebih menyesal. Diriwayatkan oleh Ats-tsa’Labi dari: Iman Ali Rodliayllohu ‘ anhu.

1. Cerita ini dikutib dari kitab “ Baidai’iz karangan Syeikh Muhammad bin Ahmad bin Iyas halaman 166 – 168. Penerbit: Usaha Keluarga s Semarang.

2. Cerita dari Kitab Nuzhatul Majalis Karangan Syeikh Abdul Rohman Ash-Shafuri.
Penerbit Darul Fikri Bairut Halaman 257 – 258. (Salafy Tobat).

3. Kisah Nabi Idris AS
Lalu keduanya menerusakan perjalanan sampai empat hari lamanya dan selama itu pula Nabi Idris AS menemukan keanehan yang ada pada Malaikat itu dan Nabi Idris AS bertanya: ”Hai tuan, kamu ini sebenarnya siapa?”,


Malaikat itu menjawab: ”Saya adalah malaikat pencabut nyawa”.


Nabi Idris AS bertanya:” Apakah kamu akan mencabut nyawa manusia?”,


Malaikat menjawab:”Ya”,


Nabi Idris AS bertanya: ”Apakah kamu juga mencabut nyawa selama dalam perjalanan bersama saya?”,


Malaikat menjawab: ”Ya, saya telah mencabut beberapa nyawa manusia dan sesungguhnya nyawa manusia itu adalah bagaikan hidangan makanan, sebagai mana kamu menghadapi sesuap makanan saja”.


Nabi Idris AS berkata: ”Dan apakah kamu datang ini untuk mencabut nyawa saya atau sekedar berkunjung?”,


Malaikat menjawab: ”Saya datang hanya untuk berkunjung”,


Nabi Idris AS berkata: ”kalau begitu saya punya hajat kepadamu”,


Malaikat menjawab: ”Hajat apa, hai Nabi Idris?”


Nabi Idris AS berkata: ”Saya ingin agar kamu mencabut nyawa saya, lalu memohonlah kepada Allah untuk menghidupkan saya sehingga saya bisa beribadah kepada Allah sesudah merasakan sakitnya mati”.


Malaikat menjawab: ”Sungguh saya tidak bisa mencabut nyawa seseorang tanpa seijin Allah”.


Lalu Allah SWT berfirman kepada Malaikat: ”Cabutlah nyawa Idris!”.


Kemudian malaikat itu mencabut nyawa Nabi Idris AS dan matilah Nabi Idris AS lalu Malaikat menangis sambil merendahkan diri untuk memohon kepada Allah SWT agar menghidupkan Nabi Idris AS kembali, kemudian Allah menghidupkan Nabi Idris AS, lalu malaikat bertanya: ”Hai Nabi Idris bagaimana rasanya mati itu?”.


Nabi Idris AS berkata:”Sungguh rasanya mati itu bagaikan binatang yang dikuliti dalam keadaan masih hidup, sedang rasa mati itu melebihi 100X lipat rasa sakit binatang yang dikuliti dalam keadaan masih hidup”.


Malaikat menjawab:”Hai Nabi Idris, padahal saya mencabut nyawamu itu dengan cara hati-hati dan sangat halus dan ini belum pernah saya lakukan kepada siapapun”.


Nabi Idris AS berkata: ”Saya mempunyai hajat yang lain kepadamu, yaitu ingin melihat neraka jahannam, agar saat melihat itu saya lebih banyak beribadah kepada Allah”.


Malaikat menjawab: ”Sungguh saya tidak bisa masuk neraka jahannam tanpa ada izin dari Allah”, lalu Allah SWT berfirman kepada Malaikat: ”Pergilah kamu bersama Nabi Idris ke neraka jahannam”.


Kemudian malaikat bersama Nabi Idris AS pergi ke neraka jahannam, maka Nabi Idris AS dapat melihat segala yang dipersiapkan untuk menyiksa di neraka jahannam, lalu keduanya kembali dari neraka jahannam. Nabi Idris AS berkata: ”Saya punya hajat lagi kepada kamu, agar kamu mengajakku pergi ke syurga,dan setelah itu saya akan menjadi hamba yang lebih taat dalam beragama”. 
  Malaikat berkata: ”Saya tidak bisa masuk syurga tanpa ada ijin dari Allah”.


Lalu Allah AS berfirman: ”Hai Malaikat pergilah kamu bersama Idris ke syurga”.
Dan keduanya pergi ke syurga dan berhanti di depan pintu syurga, maka Nabi Idris AS dapat melihat segala kenikmatan yang ada dalam syurga, melihat kerajaan yang banyak, melihat anugerah yang banyak dan melihat pepohonan dan buah-buahan yang beraneka macam ragamnya.


Nabi Idris berkata: ”Wahai Malaikat, saya telah merasakan mati, telah melihat segala macam siksaan dalam neraka, lalu mohonlah kepada Allah, agar ia memberi izin saya masuk ke syurga, sehingga saya dapat minum air syurga dan sakit saya menjadi hilang serta terhindar dari neraka jahannam”.


Lalu Allah Berfirman kepada malaikat: ”Masuklah kamu ke syurga bersama Idris”, kemudian keduanya masuk syurga dan Nabi Idris AS meletakan sandalnya di bawah salah satu pohon di syurga, dan setelah keluar dari syurga.Nabi Idris berkata kepada Malaikat: ”Sungguh sandal saya tertinggal di syurga, maka kembalikan saya ke syurga”, dan setelah Nabi Idris AS tiba di syurga, Nabi Idris AS tidak mau di ajak keluar, ia ingin tetap tinggal dalam syurga, hingga Malaikat berteriak:”Hai Nabi Idris, keluarlah”, dan Nabi Idris AS tetap tidak mau keluar, dan berkata: ” Karena Allah telah berfirman”: “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati…”(Q.Surat Ali’imran ayat 185), Sedang saya telah merasakan mati.

Dan Allah Berfirman: “Dan tidak seorangpun darimu, melainkan mendatangi neraka itu….” (Q.Surat Maryam ayat 71). Dan sungguh saya telah memasuki neraka jahannam, dan Allah juga berfirman: “…….. dan sekali-kali mereka tidak akan di keluarkan dari padanya (syurga)”. (Q.Surat AL Hijr ayat 48)”.


Malaikat berkata: ”Lantas siapa yang akan mengeluarkan mu?”.


Lalu Allah berfirman kapada Malaikat: ”Tinggalkanlah Nabi Idris di syurga, sungguh Aku telah menetapkannya, bahwa ia termasuk ahli syurga”, kemudian Malaikat itu meninggalkan Nabi Idris AS di syurga dan tetaplah Nabi Idris AS berada dalam syurga untuk selama-lamanya.

4. Kisah Nabi Ilyas AS

Ketika Nabi Ilyas AS sedang beristirahat, datanglah seorang Malaikat kepada Nabi Ilyas AS untuk menjemput ruhnya. Mendengar berita tersebut Nabi Ilyas AS menjadi sedih dan menangis.

"Mengapa Engkau bersedih," tanya Malaikat Maut

"Tidak tahulah," kata Nabi Ilyas AS.

"Apakah Engkau bersedih karena akan meninggalkan dunia dan takut menghadapi maut?"  tanya Malaikat.

"Tidak, tiada sesuatu yang aku sesali kecuali aku menyesal tidak boleh lagi berdzikir kepada Allah SWT, Sementara yang masih hidup boleh terus berdzikir memuji Allah SWT," jawab Nabi Ilyas AS.

Saat itu Allah SWT menurunkan wahyu kepada Malaikat agar menunda pencabutan nyawa dan memberi kesempatan kepada Nabi Ilyas AS untuk berdzikir sesuai dengan permintaannya. Nabi Ilyas AS terus ingin hidup semata-mata karena ingin berdzikir kepada Allah SWT, maka berdzikirlah Nabi Ilyas AS selam hidupnya.


"Biarlah dia hidup di taman untuk berbisik dan mengadu serta berdzikir kepada-Ku sampai akhir zaman," firman Allah SWT.

Demikianlah Kisah Empat Nabi Yang Tetap Hidup Hingga Akhir Zaman. Jika masih ada penyampaian kata yang kurang agar di maklumi dan diberikan komentar yang lebih baik  lagi.     

Rabu, 04 Februari 2015

TUJUH HAL TENTANG TUHAN

1. Tuhan tidak bisa disembah karena apa-apa yang disembah berada dihadapan orang yang menyembah, karena ketika kita berfikir seperti itu maka tuhan itu bertempat, sementara tuhan itu tidak bisa di umpamakan,tidak ada dimana atau dimana seperti apa yang ada dipikiran kita, dengan pikiran saja kita tidak bisa menjakau keberadaan tuhan.karena dia maha meliputi.
2. Tuhan telah memberikan segalanya kepada kita, bukankah dulu sudah tuhan katakan bahwa kami sudah memberikan semuanya kepadamu tinggal kamu mencarinya saja, jadi buat apa kita berdoa dengan tujuan meminta kepada tuhan, ketika doa yang kita maksudkan adalah meminta kepada tuhan maka sesungguhnya kita tidak yakin yang berarti kita tidak kenal, sesungguhnya doa itu sebanding dengan kwalitas hidup kita jadi cukup kita memperbaiki pola hidup karena dari situlah suatu doa akan dikabulkan.
3. Tuhan tidak  memberikan ganjaran kepada kita berupa siksaan karena kita berbuat hal yang jahat, atau tuhan juga tidak  memberikan kita hadiah karena kita berbuat hal yang baik, bahwa apa-apa yang kita kerjakan hanya di proyeksikan oleh tuhan jadi kitalah yang selama ini menghukum diri kita sendiri atau kita juga yang menghadiahkan diri kita karena tuhan hanya sebagai saksi yang abadi.
4. Tuhan itu tidak ada sesuai dengan apa yang kita bayangkan dan yang ada di pikirkan kita selama ini, karena tuhan tidak bisa dibayangkan dengan keterbatasan pikiran kita, tuhan juga tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata, bila tuhan itu bisa dijangkau dengan akal atau bisa dijelaskan dengan kata-kata maka itu pasti bukan tuhan.semua hanya bias di pahami saja.
5. Tuhan mempunyai kapasitas untuk membuat keajaiban di muka bumi ini, karena sesuatu yang terjadi harus melalui proses dan proses itu terkait dengan hukum alam yang sudah ada dan tuhan pun ikut kepada hukum alam.sebab tuhan mengikuti prasangka prasangka Hambanya.
6. Tuhan lebih tinggi dari manusia tapi manusia tidak lebih kecil dari pada Tuhan, sebab rahasia kamu adalah rahasia aku dan rahasia aku tersimpan dalam rahasia kamu, kamu adalah aku dan aku adalah kamu ini tentang kesetaraan bahwa kita asal dari tuhan dan kita akan sirna dihadapan tuhan.
7. Tuhan itu di katakan tuhan karena ada Manusia ciptaaNYa,Karena jika taka da ciptaaNya maka siapa yang mengatakan Tuhan. karena tuhan yang kita yakini sekarang adalah tuhan yang sudah menurunkan kwalitas dirinya karena awal sebelum ada apa-apa, belum ada awal bahkan belum ada yang namanya tuhan hanya ada zat semata-mata.

Minggu, 01 Februari 2015

RAHASIA JARI TANGAN


Rahasia Jari Tangan Menurut Pandangan Islam



Kenapa panjang kelima jari tangan manusia tidak sama?

Untuk menjawah pertanyaan  ini tidaklah mudah. Tetapi jawaban yang umumnya adalah hal itu diciptakan agar manusia mudah menggengam atau mencengkram sesuatu dalam aktifitas sehari-harinya.

Namun menurut pandangan Islam yang menurut pandangan Alqur'an bahwa rahasia dibalik tinggi rendahnya jari manusia berbeda-beda adalah sebagai TANDA perjalanan peradaban manusia itu sendiri.

Mari kita selurusi bersama-sama:

1. Jari Kelingking (Zaman Nabi Adam as)



Jari kelingking disimpulkan sebagai zaman Nabi Adam as dipahami bahwa bahasa Alqur'an dibaca dimulai dari arah kiri ke kanan. Dan nama Allah yang tercetak di jari kitapun jari kitapun huruf alifnya berada di jari kelingking. Dari situlah di simbolkan bahwa jari kelingking adalah zamannya Nabi Adam as. Karena Nabi Adam as manusia pertama di bumi ini.

2. Jari Manis (Zaman Nabi Idris as)

Ukuran jari manis lebih tinggi dari jari kelingking dengan pengertian bahwa kehidupan yang dijalani manusia pada zaman Nabi Idris as sungguh memiliki peradaban kehidupan yang lebih tinggi dibandingkan dengan peradaban kehidupan pada zaman Nabi Adam as.

Tidak heran juga mengapa sosok Budha yang tergambar duduk di tengah Bunga Teratai melambangkan bahwa masyarakat pada zaman itu sudah mampu melakukan perjalanan sampai ke planet terujung. Yakni Planet Sidratul Muntaha (Teratai tempat berhenti) dan Budha adalah orang yang di duga sebagai sosok Nabi Idris as. Beliau sendiri menjadi simbol miraj bagi kaumnya pada zaman itu.

QS:  50/36:

"Dan berapa banyaknya orang-orang yang telah kami binasakan sebelum mereka yang mereka itu lebih besar kekuatannya dari mereka ini, maka mereka (yang telah binasa) telah pernah menjelajahi di berbagai negeri.."

Ini berarti penemuan-penemuan benda-benda kuno pada zaman kuno namun canggih oleh ilmuwan disebut sebagai bukti kehebatan dan cerdasnya masyarakat zaman dahulu itu secara tidak langsung menggenapi analisa ini.

3. Jari Tengah (Zaman Nabi Nuh as)




Jari tengah lebih tinggi ukurannya dari jari kelingking dan jari manis itu menandakan bahwa kehidupan masyarakat manusia pada zaman Nabi Nuh as adalah puncak peradaban manusia. Dimana segala sendi kehidupan manusia pada zaman itu telah sampai pada titik tertingginya. Namun sayangnya tingginya kemajuan peradaban itu tidak membawa pada arah ketakwaan, akhirnya Allah menghukum mereka masyarakat Zaman Nabi Nuh as dengan mengirimkan banjir yang teramat dasyat. Dari situlah kemudian orang-orang kafir dibinasakan sementara manusia yang selamat (Nabi Nuh as dan ummatnya) berkembang biak kembali dan peradaban manusiapun dimulai dari nol lagi.

Dan Jari Tengah (zaman Nabi Nuh as ) menjadi Batas Tolak Ukur antara dua episode perjalanan kehidupan peradaban manusia. Yaitu ummat sebelum Nabi Nuh as dan ummat setelah Nabi Nuh as.

4. Jari Telunjuk (Zaman Nabi Ibrahim as)




Kelebihan Zaman Nabi Ibrahim as  adalah Allah menjadikan sosok Nabi Ibrahim as sebagai "Bapaknya Para Nabi" karena dari sini beliau dijadikan figur ajaran tauhid bagi orang-orang yang mencari kebenaran. Sebab beliau merupakan orang yang paling berani yang pernah ada dalam menyebarkan agama Allah. Dan dari situlah kenapa Jari Telunjuk disimbolkan dengan Zamannya Nabi Ibrahim as, Karena Jari Telunjuk memang merupakan simbol untuk penyebutan angka 1.

QS:  6/61

"Katakanlah, "Sesungguhnya aku telah di tunjuk oleh Tuhanku jalan yang lurus (yaitu) agama yang benar, agama ibrahim yang lurus.."


Kembali kepertanyaan kenapa jari telunjuk lebih rendah dari jari tengah itu sangatlah jelas memberikan tanda bahwa apa yang ada pada Zaman Nabi Ibrahim as (mulai dari ukuran tubuh manusia, ukuran kepintaran manusia, ukuran kemakmuran manusia) semuanya menjadi menyusut diperkecil oleh Allah dibandingkan dengan Zaman sebelum Nabi Nuh as.

Dan yang sangat nampak adalah ukuran tubuh manusia yang dari masa ke masa terus mengalami penurunan. Hingga akhirnya perjalanan waktu tersebut berlaku dari zaman ke zaman menuju pada zaman Nabi Muhammad saw (jari jempol) zaman sisa-sisa.

5. Jari Jempol (Zaman Nabi Muhammad SAW)


QS: 16/123
"Kemudian kami wahyukan kepadamu (Muhammad) "Ikutilah agama Ibrahim..)

QS:  36/2-4
"Demi Alqur'an yang penuh hikmah"
"Sesungguhnya engkau (Muhammad) salah seorang rasul-rasul"
"Diatas jalan yang lurus".

Jari Jempol (Zaman Nabi Muhammad SAW) adalah jari yang paling pendek dari keempat jari sebelumnya. Menginsyaratkan apa yang ada pada zaman ini merupakan zaman sisa-sisa kehidupan. Segala keberhasilan kita dalam bidang teknologi yang kita sangat banggakan, tetap tidak akan pernah sanggup melampaui apa yang pernah dicapai oleh ummat sebelumnya.

Dalam Alqur'an sering kali menegaskan bahwa jika ummat sebelum kita yang segala sesuatunya lebih tinggi (lebih hebat) saja mampu dibinasakan, apalagi di zaman kita!!! Zaman pengulangan!!!


QS: 56/62
"Dan sesungguhnya kamu telah mengetahui penciptaan pertama, maka mengapalah kamu tidak mengambil pelajaran?"

Namun, disamping semua itu janganlah kita berkecil hati, sebab dibalik rendahnya "derajad" di zaman ini (Zaman Penghabisan) Allah tetap Maha Penyayang terhadap mahluk yang bernama manusia. 

Lihatlah betapa Ia mengirimkan Alqur'an kepada Nabi Muhammad saw sebagai kitab ummul ilmu (Ibu Ilmu) sejalan dengan istilah pada Jari Jempol (Ibu Jari).

"Maha suci Allah yang telah menurunkan Al Furqaan (Alqur'an) kepada hambaNya, agar dia menjadi peringatan bagi seluruh alam". (QS: Al Furkaan : 1)

Semoga artikel Rahasia Jari Tangan Manusia Menurut Pandangan Islam dapat bermanfaat buat kita semua.
 

Perisai Tauhid Copyright © 2011 -- Modify template created by Perisai Tauhid -- Powered by Blogger